Nur Alim Djalil
Makam Syekh Yusuf ada empat: ada di Kampung Macassar, Bukit Zandfiel, Cape Town, Afrika Selatan; ada di Ceylon, Sri Lanka; ada di Kobbang, Makassar; dan ada di Banten, Jawa Barat. Sesungguhnya di mana makam Syekh Yusuf? Dan mengapa sehingga terdapat empat makam?
Bukit Zandfiel dan tugu yang menandakan awal kedatangan Syekh Yusuf dan pengikutnya di Cape Town. Di bukit ini pula letak makam sosok yang penuh karomah itu.
Ada pertanyaan yang menggelitik ketika mengunjungi makam Tuanta Salamaka Syekh Yusuf di bukit Zandfiel, Kampung Macassar, Cape Town, 25-27 Maret 2005. Di manakah makam Syekh Yusuf yang sesungguhnya?
Beberapa muslim Cape Town juga melontarkan pertanyaan itu. Wartawan TV Cape dan Voice of Cape juga menanyakan hal serupa kepada saya. Saya diminta naik ke panggung, di hadapan ribuan muslim Afrika yang merayakan libur Paskah, dan pertanyaan itu diajukan kepada saya. Saya agak sulit menjawabnya.
Sejarah yang saya tahu, manusia mulia itu wafat di Kampung Macassar, Cape Town. Kalau kemudian makamnya terdapat di Ceylon, Banten, dan di Kobbang-Gowa, saya benar-benar kabur bagaimana riwayatnya. Dan pertanyaan itulah yang justru berniat saya pecahkan dari Makassar ketika mengunjungi Afrika ini.
Profesor Nabilah asal Aceh yang selama ini meneliti tentang Syekh Yusuf, ketika diwawancarai TV Cape, dan ditanya soal mengapa sehingga makam Syekh Yusuf ada empat, juga tidak memberi jawaban yang rinci. “Itu sulit dijawab secara akademik, sebab ini menyangkut manusia suci,” jawabnya. Titik.
Kami lantas berlogika kasar bahwa di mana beliau wafat, kemudian dimakamkan, di situlah makam Syekh Yusuf yang sesungguhnya. Maka, meskipun tidak bersepakat, kami, saya dan Prof Nabilah seakan mengiyakan bahwa makam Syekh Yusuf yang sesungguhnya adalah di Macassar, Cape Town.
Lantas yang di Kobbang-Makassar dan di Banten serta di Ceylon?
Menjelang penutupan Festival Paskah, saya tertarik mengunjungi rumah semi permanen, yang pemiliknya begitu ramah mengajak mampir setiap orang yang lalu-lalang di depan rumahnya, tak jauh dari Masjid Nurul Latief, masjid yang dirintis Syekh Yusuf. Ia menyuguhi kopi susu dan makanan ala kadarnya.
“Ini terripang!” ujar seorang perempuan setengah baya, sembari menyodorkan kue dari beras ketan-hitam yang dibaluri gula merah, yang orang Makassar menyebutnya “taritaripang”. Cuma ukurannya agak besar dibanding yang biasa ditemui di Makassar. Rasanya sama, legit dan manis.
Kami ngobrol sebisanya, yang bisa nyambung. Saling canda. Ketika iseng saya menyebut berasal dari Chechnya, ia langsung meralat bahwa saya dari Makassar, Indonesia. “Kamu dari Makassar, tamu saya!” kurang-lebih ucapannya seperti itu.
Saya lantas ke rumah yang digunakan untuk demo masak yang tidak jauh dari situ. Beberapa orang dewasa yang ada di situ juga tidak bisa menjelaskan makam Syekh Yusuf yang sesungguhnya. Setelah itu, saya berjalan ke bukit Zandfiel, letak makam Syekh Yusuf. Tujuan saya untuk ziarah, juga pamit, karena sebentar lagi akan meninggalkan kampung Macassar.
Soal kebetulan selalu saja ada. Dua lelaki Afrika juga datang berziarah, beberapa saat kemudian. Yang satu agak tinggi, rambut-kumis-janggutnya beruban. Temannya bertubuh sedang, usianya pun masih muda. Masing-masing mengenakan baju lengan panjang dari bahan rajutan. Mereka berjalan pelan mengelilingi makam. Keduanya mengambil Al-Qur’an kecil yang terletak di sudut ruang makam, kemudian duduk membaca Surah Yasin, tak jauh dari saya.
Saya mendengar bacaannya.
Saya memejamkan mata, berdoa untuk manusia mulia yang terbaring di depan saya. Permukaan makamnya dilapisi sajadah. Setiap pengunjung mungkin membawa sajadah kemudian meletakkan di atas makam. Saya tidak bisa menghitung berapa lembar sajadah yang tingginya sudah satu meter lebih itu. Sajadah yang lama tentu dikeluarkan agar makam itu tidak terlalu ditumpuki sajadah.
Saya merasakan suasana teduh, sejuk, dan adem ditambah lantunan bacaan Qur’an pria Afrika itu.
Beberapa saat kemudian, hampir berbarengan kami keluar dari ruang makam. Kami bertegur sapa. Salah satunya, yang bertubuh tinggi bernama Omar pemilik kelompok kasidah di Cape Town dan telah memproduksi sendiri rekaman kasidahnya itu dalam bentuk kaset dan CD.
“Dari Indonesia? Makassar?” tanya Omar. Ia kemudian melanjutkan, “Di Makassar ada makam Syekh Yusuf juga kan?”
Setelah melihat saya mengangguk, ia melanjutkan, “Ini makam aslinya. Di sinilah!”
Saya mengangguk setuju. Sejarah yang saya baca, Syekh Yusuf meninggal pada 23 Mei 1699 di Cape Town, Afrika Selatan. Bila berdasarkan sejarah, tentu di makam inilah makam yang sebenarnya.
Maka jawaban tentang makam Syekh Yusuf itu saya dapatkan. Meski masih butuh penelitian dan pembahasan yang lebih mendalam. Ia mengatakan bahwa Syekh Yusuf benar-benar dimakamkan di Macassar, Cape Town. Itulah makam yang sesungguhnya.
Lantas yang di Banten dan di Makassar? Ia menjelaskan, “Di Banten yang dimakamkan adalah kuku beliau. Sedangkan di Makassar adalah rambut beliau,” ujarnya.
Hah? Saya seperti kehilangan keseimbangan. Jawaban ini seperti petir tapi menggembirakan saya. Inilah jawaban yang saya cari. Inilah jawaban dari pertanyaan yang mengganggu pikiran saya selama ini.
Ia kemudian melanjutkan, “Semasa hidup, bila Syekh Yusuf memotong kuku, kuku beliau tidak dibuang tapi disimpan di sebuah tempat. Begitu pun bila beliau memotong rambut, rambutnya disimpan,” kisahnya.
Suatu hari datang utusan dari Banten ke Cape Town yang menyebutkan bahwa Syekh Yusuf lebih pantas dimakamkan di Banten karena di situlah awal perjuangannya. Datang pula utusan dari Gowa yang bermaksud sama dengan alasan di Gowa adalah tanah kelahirannya. Tak lama kemudian datang pula utusan dari Ceylon, Srilanka dengan maksud yang sama.
Penduduk setempat tidak memberikan dan bersikukuh Syekh Yusuf mesti tetap di Cape Town. Akhirnya diungkaplah adanya kumpulan potongan kuku dan rambut itu. Disepakati bahwa orang Banten berhak mendapatkan kuku beliau sedangkan Makassar mendapatkan potongan rambut. Potongan rambut itulah — katanya konon — yang dibawa kemudian dimakamkan di Kobbang, Makassar.
***
DI Gowa-Makassar juga berkembang beberapa pendapat tentang makam Syekh Yusuf terutama yang terdapat di Kobbang. Ada pendapat yang mengatakan bahwa itu adalah makam asli beliau. Ketika peti jenazah dibuka, setelah dibawa berbulan-bulan dari Cape Town, terlihat jenazah Syekh Yusuf yang utuh.
Ketika utusan dari Afrika datang membawa peti jenazah setelah melewati pelayaran berbulan-bulan, tibalah mereka di istana Kerajaan Gowa. Tokoh dan petinggi kerajaan sudah berkumpul. Juga rakyat yang datang berbondong-bondong menyambut jenazah manusia mulia itu.
Diperintahkanlah peti jenazah itu dibuka. Pingsanlah para utusan. Mereka takut ketika peti jenazah dibuka, yang ada hanya segumpal rambut. Bisa dibunuh akibatnya karena bisa mempermalukan raja. Bisa dianggap misinya gagal. Tapi, ternyata, ketika dibuka, yang terlihat adalah jenazah yang diyakini itulah Syekh Yusuf.
Memang ada cerita dari mulut ke mulut yang berpendapat bahwa yang dibawa dari Cape Town adalah rambut beliau. Karena beliau adalah manusia yang karomah, mulia, malah dikeramatkan, sehingga yang tampak, konon, ketika peti jenazahnya beliau dibuka, justru adalah tubuh yang utuh. Ada juga pendapat bahwa Syekh Yusuf benar-benar dimakamkan di Kobbang. Karena itu, dalam hal ini, perlu penelitian lebih lanjut.
Table Mountain, gunung yang menjadi ikon Cape Town, Afrika Selatan. Setiap hari gunung ini selalu ramai dikunjungi wisatawan.
Mantan Kepala Museum Kota Makassar, Andi Ima Kesuma Indra Chandra, mengatakan, soal makam Syekh Yusuf yang terdapat di beberapa tempat, menandakan spirit yang dipancarkan beliau ada di mana-mana. “Tak jadi soal mana makam yang asli. Tapi yang paling pokok, apakah spirit Syekh Yusuf tetap terpancar di daerah yang terdapat makam beliau. Apakah masih terpancar di Makassar atau di Banten?” ujarnya.
Makam Syekh Yusuf di Cape Town tak pernah sepi. Tak pernah terkunci. Syekh Yusuf tak pernah sendiri. Dan ia ada di mana-mana. Saya tinggalkan makam itu tanpa perasaan sepi. Manusia macam apakah Syekh Yusuf, asal Gowa-Makassar, yang boleh jadi satu-satunya manusia di dunia yang mempunyai empat makam: di Macassar-Afrika, Ceylon-Sri Lanka, Makassar, dan Banten-Indonesia? Tentu dia adalah manusia yang mulia.
11 thoughts on “Rambut Syekh Yusuf di Makassar, Kuku di Banten, Serban di Ceylon, Jasad di Afrika”
Comments are closed.