Nur Alim Djalil
Sakai merupakan salah satu kota tertua di Jepang. Salah satu peta tertua yang dibuat di Eropa pada 1860, tertulis Saccai dengan huruf besar di atas titik-besar yang berarti kota utama. Dengan menumpang helikopter, Sakai ternyata menyimpan kebesaran masa lalu. Salah satunya adalah berupa kuburan raksasa yang seukuran Pulau Khayangan.
Makam raja Mozu di Kota Sakai, yang lingkar luarnya sepanjang 4,6 kilometer. Ini adalah salah satu dari tiga makam raksasa yang ada di dunia. (gambar: Google)
Menjelajahi Kota Sakai yang sudah ditetapkan sebagai “kota khusus” ke-15 di Jepang, tak cukup di darat. Alasannya karena kota awal mula diadakannya upacara minum teh (Cha no yu) ini menyimpan salah satu keajaiban dunia yang belum dikenal masyarakat luas, yakni kuburan raksasa seorang raja bernama Mozu. Maka cara ideal untuk melihatnya adalah dari ketinggian.
“Pernah naik baling-baling bambu? Nanti naik ke langit pakai baling-baling bambunya Doraemon untuk melihat kuburan raksasa itu,” ujar Hisanori Kato, doktor yang mengamati tentang Islam di Indonesia dan sangat disayang Gus Dur dan beberapa tokoh Islam di Indonesia itu, sedikit bercanda. Yang dia maksudkan adalah naik helikopter mengitari Kota Sakai.
Maka Kamis, 25 Mei 2006, kami ke Yao Airport milik Aero Asahi Corporation yang khusus menyewakan helikopter dan pesawat ringan ditemani Ayumi dari Konsulat Jenderal Indonesia di Osaka dan Aya Nishimatsugi – cewek Jepang yang jago ngebut dari kantor Walikota Sakai, serta Ota dari staf khusus humas Sakai. Selain Ota, Ayumi dan Aya bisa berbahasa Indonesia.
Tiba di Yao Airport, langsung bertemu dengan Ara Kanya, masih muda, tinggi, yang akan menerbangkan kami. Sebelumnya ia meminta kesepakatan titik-titik mana yang dituju dan bagaimana sudut pandang dan pengambilan gambar yang diinginkan. Ia juga menjelaskan wilayah-wilayah yang dilarang untuk dilintasi karena masuk wilayah penerbangan Kansai Internasional Airport. Itu merupakan suatu pelanggaran berat dan dapat dilakukan penyitaan pesawat. Dendanya dua kali harga pesawat yang bersangkutan. Namun hal yang paling penting, itu sangat mengancam keselamatan penerbangan.
Setelah sepakat, kami langsung menuju helikopter, dijelaskan cara berkomunikasi satu sama lain, serta beberapa petunjuk keselamatan. Tepat pukul 10.30 (kebiasaan orang Jepang selalu memulai dari angka 0) helikopter jenis Bell 206 perlahan-lahan terangkat kemudian meninggalkan bandara. Ada sensasi ketika heli itu berakselerasi ketika berbelok tajam dengan kemiringan yang tajam pula sementara segala sesuatu yang berada di bawah semakin kecil.
Begitu mengudara dengan stabil (inilah yang diistilahkan Hisanori Kato dengan naik ke langit), helikopter langsung menuju ke kawasan industri yang terletak di pinggir laut. Alasan di pinggir laut untuk memudahkan pengangkutan barang. Biar lebih efisien dan praktis. Meskipun di pinggir laut namun air yang terlihat di sekitarnya sangat biru. Artinya, tidak ada limbah yang terbuang ke laut. Tidak ada pencemaran dan lautnya cukup dalam.
Heli kemudian mengarah ke pelabuhan lama Sakai. Letaknya agak ke selatan. Beberapa kapal kecil masih berlabuh. Ada juga feri dan jenis kapal pesiar ukuran sedang. Di setiap sisi laut diberi beton agar tidak terjadi pengikisan.
Bersiap-siap mengudara untuk melihat kuburan raksasa dan Kota Sakai secara keseluruhan.
Berikutnya heli menggelinding ke Kantor Walikota Sakai, terus memutar ke arah kanan dan terlihatlah keajaiban itu. Sebuah pulau di tengah kota yang lingkar luarnya sepanjang 4,6 kilometer, sedikit lebih luas dari pulau Khayangan 4,2 km. Itu merupakan makam raja yang bernama Mozu-no-Minihara Nakanomisasagi. Makam ini tercatat sebagai salah satu di antara tiga makam besar nan ajaib di dunia, yakni piramida (Mesir) dan makam Shing-huang-ti di China.
Bentuknya aneh, seperti lubang kunci. Terdapat sungai kecil di luarnya, juga garis pepohonan dan diantarai semacam kanal kecil yang mengelilinginya. Di luar makam raksasa itu, terdapat tujuh makam kecil yang bentuknya hampir sama. Tujuh makam itu adalah para pengawal setia sang raja. Saya bercanda bagaimana kalau semua raja Sakai makamnya seperti itu, entah masyarakat akan tinggal di mana. Bentuk makam pun tidak berubah sejak dulu.
Tidak semua orang diperkenankan mendekati makam itu. Cukup dari luar saja. Terlebih untuk menyeberang dan memijak pulau itu. Warga Sakai beranggapan biarlah sang raja sendiri yang berada di dalam. Karena sekarang tak ada lagi raja, maka tak seorang pun diperkenankan masuk ke makam berbentuk pulau itu.
Dengan makam itu, menurut Direktur Museum Kota Sakai, Tsunoyama Sakae, menandakan kebesaran Sakai di masa lalu. “Itu menunjukkan bahwa kota ini pernah memiliki seseorang yang mempunyai kekuasaan dan pengaruh yang sangat besar. Kebesaran raja itu dapat dilihat dari luas makamnya,” ujarnya.
Pada 1872, Kota Sakai pernah disapu angin topan. Kota mengalami kerusakan yang sangat parah. Namun tidak untuk makam itu. Malah tak satu pun pohonnya tumbang. Kejadian ini menambah keyakinan masyarakat bahwa makam itu memang keramat.
Tanpa dimintai, Ara Kanya memutari makam tersebut. Ia malah memberi kesempatan untuk melihat lebih dekat dengan melakukan terbang rendah meskipun tidak terlalu lama. Sebenarnya, bila terbang lebih tinggi lagi, akan terlihat tujuh makam yang berada di sekitarnya dan satu-dua ukurannya hampir sama dengan makam sang raja. Namun Ara tak berani untuk terbang lebih tinggi lagi.
Setelah memutari makam raksasa tersebut, heli kemudian ke arah pabrik LNG Osaka Gas, terus kantor distrik Nishi di wilayah barat, kantor distrik Naka di pusat, terus ke sekitar stasiun Izumigaoka, ke kawasan industri yang baru, lalu kembali ke airport, mendarat pukul 11.10. Berarti terbang 40 menit sesuai waktu yang disepakati.
Perusahaan Aero Asahi, memang khusus menyewakan pesawat ringan jenis helikopter dan fixed wings. Tujuannya macam-macam, untuk sekadar melihat kota, angkutan, penyelamatan, dan liputan. Tarifnya juga macam-macam. Untuk Bell 206 dengan penumpang empat orang yang kami tumpangi, tarifnya Y348.400 (Rp29.614.000) perjam. Ada juga jenis AS 332 dengan kapasitas 10 orang, tarifnya Y1.352.500 (Rp114.962.500). perjam.
Pada 1986, armada perusahaan ini pernah dikirim ke Balikpapan ketika pembangunan kilang minyak dan disewa berbulan-bulan. Maka wajar bila beberapa penerbang mereka dapat berbahasa Indonesia dengan baik dan memperkenalkan diri pernah hidup di Indonesia.