Nur Alim Djali Suatu waktu ketika mengajarkan mata kuliah Penulisan Kreatif, saya menugaskan mahasiswa menciptakan kalimat bijak. Tugas yang sederhana. Biar mereka melakukan perenungan dan mencari keberadaan diri sendiri. Seminggu kemudian mereka mengumpulkan karyanya. Saya menemukan kalimat yang berbunyi seperti ini dari lembaran tugas seorang mahasiswa: Setiap pagi di Afrika, seekor rusa bangun. Ia tahu bahwa ia harus…
Kategori: Percik
Setelah Mencoblos
Nur Alim Djalil Jari kelingking kanan saya celupkan ke tinta sebagai bukti telah mencoblos. Seperti selebriti yang lagi disorot kamera, saya memperlihatkan jari kepada orang-orang kemudian melambaikan tangan. Saya malah memberikan henpon kepada petugas tinta agar mengambil gambar. Saya bergaya. Saya merasa lega telah memberi hak pilih. Saya ingin menjadi bagian warga negara yang baik,…
Semesta Mendukung
Percik: Nur Alim Djalil Andaikan sembilan tahun lalu dia menerima tawaran di kantornya — sebuah perusahaan yang bergerak di bidang otomotif — dia tentu tidak bernasib seperti sekarang. Sebuah tawaran yang menarik, menggiurkan, masuk akal, dan tentu saja diidam-idamkan banyak orang — dia tolak dengan alasan yang tidak pernah dikemukakannya kepada orang lain. Dia terkesan…
Terus Berjalan
Percik: Nur Alim Djalil Selalulah pergi ke suatu tempat,” demikian penekanan saya kepada mahasiswa, setiap awal perkuliahan. Saya meminta agar mereka selalu berjalan — dari satu tempat ke tempat yang lain, sejauh dan sesering mungkin. “Jangan banyak tinggal di kamar, membayangkan dunia yang selama ini diceritakan orang lain. Tapi ceritakanlah dunia yang telah kamu pijak dan…
Berdiri di Pemakaman
Percik: Nur Alim Djalil Seorang keluarga, lelaki 25 tahun, meninggal dunia lantaran kecelakaan di dekat Taman Makam Pahlawan, Panaikang, Makassar. Saya mendapat kabar bahwa ada kecelakaan maut yang dialami sepasang kekasih di Panaikang. Reporter saya tugaskan untuk meliput peristiwa tersebut, terutama bagaimana kronologis kecelakaan itu. Beberapa jam kemudian reporter datang membawa berita, dengan penuh semangat dan…
Gunung Bromo
Percik: Nur Alim Djalil Kabut tebal terlihat menutupi Bromo ketika kami sampai di puncak Gunung Pananjakan yang tingginya 2.770 meter dari permukaan laut. Dari gunung yang masuk kawasan Probolinggo ini, Bromo di bawah sana terlihat anggun, seakan berusaha menyingkap kabut yang menangkupinya. Saya masih mengatur napas. Dua jam menjajal rute Sidoarjo-Pananjakan di belakang kemudi adalah…
Kejujuran Tanah
Percik: Nur Alim Djalil Ada pandangan bijak leluhur kita di Bugis-Makassar yang menyebutkan bahwa: dunia akan kacau, perempuan akan mati bersalin, huru-hara merajalela, penyakit aneh mewabah, kampung terbakar, tanaman tidak tumbuh subur, kemarau panjang terjadi, banjir di mana-mana, lain yang menanam, lain menuai, lain memasak, lain memakan, gempa bumi terjadi beruntun, masyarakat akan sengsara dan menderita…
Masih Pagi, Melihat Orang Bahagia
Percik: Nur Alim Djalil Sisa-sisa hujan masih menggenangi jalan. Cuaca cukup nyaman. Jumat pagi, di Jalan Letjen Hertasning, Makassar, kendaraan bergegas. Tapi seorang pengendara motor pas di depan saya berjalan santai. Dari belakang, saya menduga pengendara itu seorang lelaki setengah baya. Potongan tubuhnya agak besar. Sesekali saya melihat ia menggerak-gerakkan badan. Ia “menari-nari” di motornya,…