Nur Alim Djalil Gerimis tipis. Kami berjalan kaki dari hotel di Jalan Karet Padurenan, Kuningan, kemudian menyeberang dua kali di Jalan Prof Dr Satrio, terus ke bus stop Viva Futsal untuk naik Trans Jakarta. Bayangan dan pengalaman transportasi di ibukota negara yang padat, krodit, berdesakan, dan gelantungan sudah tak ada sama sekali. Sudah sangat lancar,…
Penulis: Nur Alim Djalil
Braga
Nur Alim Djalil Banyak cerita, puisi, lukisan, dan tentu saja kisah cinta mengenai jalan bernama Braga di Bandung ini. Sebentang jalan yang telah sangat populer sejak pemerintahan Hindia Belanda. Awalnya, pada abad ke-18, hanyalah jalan pedati. Perlahan berkembang setelah warung-warung dan toko mulai tumbuh di sekitarnya. Sampai sekarang sih masih ada pedati yang lewat. Setiap…
Sejarah Kampung Tidung di Makassar
Oleh: Nur Alim Djalil Pemuda Kampung Tidung dalam penggarapan film Dokumenter “Jejak Perjuangan Abdullah Daeng Sirua” salah seorang pejuang kemerdekaan Republik Indonesia. Kampung Tidung, Kelurahan Tidung, Kecamatan Rappocini, Kota Makassar, memiliki sejarah yang panjang. Sejak zaman kerajaan Gowa-Tallo hingga mempertahankan kemerdekaan, penduduknya dikenal sebagai prajurit pejuang. Juga sebagai tempat mempelajari ilmu agama. Sebelum Islam Kampung…
Bila Terjadi, Terjadilah!
Nur Alim Djali Suatu waktu ketika mengajarkan mata kuliah Penulisan Kreatif, saya menugaskan mahasiswa menciptakan kalimat bijak. Tugas yang sederhana. Biar mereka melakukan perenungan dan mencari keberadaan diri sendiri. Seminggu kemudian mereka mengumpulkan karyanya. Saya menemukan kalimat yang berbunyi seperti ini dari lembaran tugas seorang mahasiswa: Setiap pagi di Afrika, seekor rusa bangun. Ia tahu bahwa ia harus…
Setelah Mencoblos
Nur Alim Djalil Jari kelingking kanan saya celupkan ke tinta sebagai bukti telah mencoblos. Seperti selebriti yang lagi disorot kamera, saya memperlihatkan jari kepada orang-orang kemudian melambaikan tangan. Saya malah memberikan henpon kepada petugas tinta agar mengambil gambar. Saya bergaya. Saya merasa lega telah memberi hak pilih. Saya ingin menjadi bagian warga negara yang baik,…
Semesta Mendukung
Percik: Nur Alim Djalil Andaikan sembilan tahun lalu dia menerima tawaran di kantornya — sebuah perusahaan yang bergerak di bidang otomotif — dia tentu tidak bernasib seperti sekarang. Sebuah tawaran yang menarik, menggiurkan, masuk akal, dan tentu saja diidam-idamkan banyak orang — dia tolak dengan alasan yang tidak pernah dikemukakannya kepada orang lain. Dia terkesan…
Terus Berjalan
Percik: Nur Alim Djalil Selalulah pergi ke suatu tempat,” demikian penekanan saya kepada mahasiswa, setiap awal perkuliahan. Saya meminta agar mereka selalu berjalan — dari satu tempat ke tempat yang lain, sejauh dan sesering mungkin. “Jangan banyak tinggal di kamar, membayangkan dunia yang selama ini diceritakan orang lain. Tapi ceritakanlah dunia yang telah kamu pijak dan…
Berdiri di Pemakaman
Percik: Nur Alim Djalil Seorang keluarga, lelaki 25 tahun, meninggal dunia lantaran kecelakaan di dekat Taman Makam Pahlawan, Panaikang, Makassar. Saya mendapat kabar bahwa ada kecelakaan maut yang dialami sepasang kekasih di Panaikang. Reporter saya tugaskan untuk meliput peristiwa tersebut, terutama bagaimana kronologis kecelakaan itu. Beberapa jam kemudian reporter datang membawa berita, dengan penuh semangat dan…