Sampah Jadi “Pulau Surga”

by Nur Alim Djalil

Nur Alim Djalil

Menikmati makan malam di Tepak Sireh Restaurant, 73-Sultan Gate, saya memilih kari ayam. Sekretaris Kedutaan Singapura di Jakarta, Jonathan Han, juga memilih hal yang sama.

            “Suka ayam,” tanya Han.

            Saya mengangguk, memotong-motong daging ayam itu, kemudian balik bertanya, “Pernah lihat ayam?”

            “Ayam hidup? Pernah. Tapi sudah lama sekali, di Indonesia, ketika kuliah di Yogya,” jawabnya. “Orang Singapura sebagian besar tidak pernah melihat ayam. Apa lagi anak-anak sekarang.”

            Saya tersenyum menang. Juga bangga. Paling tidak saya jauh lebih beruntung dibanding dia. Di negeriku, hampir setiap hari saya bisa melihat ayam, berkotek-kotek, berkokok, dan buang kotoran di lantai.

            “Tulang ayam yang kita makan ini menjadi sampah. Pernah melihat sampah dibakar kemudian debunya dijadikan pulau,” tanya Han. “Nanti saya tunjukkan.”

                                                            ***  

Namanya Semakau Island. Pulau ini terletak di bagian selatan dari pulau utama Singapura. Tepatnya beberapa mil dari teluk Singapura. Mencapai pulau tersebut, mesti menyeberang dari Terminal Ferry Pasir Panjang, waktu tempuhnya kurang-lebih 20 menit. Beberapa pulau kecil akan dilewati bila menuju Semakau, yakni Pulau Bukom, Busing, Ular, Hantu, Jong, dan Sebarok.

 Pusing karena sampah, pemerintah Singapura kemudian membakar sampah tersebut kemudian debunya sedikit demi sedikit dijadikan timbunan. Jadilah sebuah pulau yang nantinya akan menjadi kawasan bisnis andalan Singapura.

Pulau Semakau menjadi istimewa karena dijadikan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Singapura sejak 1999. Setiap hari pemerintah Singapura dipusingkan masalah sampah yang mencapai 7.000 ton sementara wilayah mereka kecil. Mereka mencermati, setiap hari dihasilkan 90 persen sampah yang dapat dibakar, selebihnya 10 persen tidak. 

Para ahli memikirkan sampah-bakar tersebut dapat dimanfaatkan. Bagaimana kalau debu hasil pembakaran itu dijadikan timbunan untuk membentuk kawasan baru? Lantas dipilihlah Semakau, yang sebagian wilayahnya ditumbuhi hutan bakau. 

Setiap hari beberapa feri mengangkut sampah ke pulau itu. Malam hari sampah itu dibakar. Siang hari diangkut untuk dijadikan timbunan di sekitar pulau. Setiap hari sedikitnya dihasilkan 2.000 ton debu kemudian disimpan di suatu kawasan yang dinamakan Lorong Halus. Timbunan debu itu sekarang sudah membentuk pulau, ditimbun di perairan antara Pulau Semakau dan Sakeng yang beberapa tahun mendatang akan menjadi kawasan perkotaan modern. Namanya Semakau Landfill. 

            Semakau Landfill sudah diproyeksi menjadi pulau surga. Di situ tempat hiburan akan dibangun. Juga hotel dalam skala besar. Termasuk pusat perbelanjaan. Sisi lain ada kawasan rekreasi alam, seperti hutan bakau, pemeliharaan burung, kawasan memancing, dan penelitian. Kawasan itu sudah mulai terbentuk. Sekarang sudah menjadi salah satu kunjungan wisata. Luas kawasan itu seukuran 440 lapangan sepak bola. 

“Lokasi ini akan menjadi salah satu kebanggaan Singapura, sebuah kota yang dibangun dari sampah,” ujar Kepala Proyek Semakau Landfill, Ong Chong Peng di kawasan TPA Semakau. 

            Saat ini yang dilakukan adalah masih aktivitas menimbun dan membangun struktur kawasan. Diperkirakan daya tampung untuk menjadikan daratan adalah 63 juta meter kubik. Hingga pertengahan 2008, sudah dihasilkan 80 ha daratan dengan ketinggian rata-rata 1,5 meter dari permukaan laut. Bila volume debu yang dihasilkan stabil, diperkirakan pada 2045 akan menambah daratan Singapura seluas 350 ha.  

            Ong Chong Peng, berbaju lengan panjang biru, terlihat jongkok di tepi jalan memandangi hasil karyanya. Struktur jalan sebagian sudah terbangun. Aspal sangat mulus. Kedua sisi jalan sudah ditanami pepohonan. Tanaman hias sebagian sudah berbunga. Beberapa tahun ke depan, satu per satu bangunan mewah akan tumbuh. Setelah itu, terbentuklah satu perkotaan yang terletak di tengah laut.

            Siang itu cukup menyengat ketika kami berada di Semakau. Saya berdiri di salah satu sisi pulau itu. Saya berdiri di tempat yang paling ujung. Beberapa burung jalak melompat-lompat di sekitar saya. Sulit membayangkan, kawasan yang saya pijak itu terbangun dari debu yang berasal dari pembakaran sampah. Dari sini, terlihat jelas Pulau Batam. Saya meminta kepada seorang kawan untuk difoto dengan latar belakang Batam. Itu bagian dari negeriku. 

*** 

Makan siang di Garuda Padang Restaurant, 15-Cairnhill Road, saya merasa berada di negeri sendiri. Saya makan ayam balado, udang, dan tempe. Saya baru sadar orang Singapura makannya banyak setelah melihat piring nasi Teresia, cewek setempat yang mengurusi perjalanan kami. 

            “Orang Singapura aktivitasnya tinggi sehingga makannya banyak. Kami memang kuat makan,” ujar Nooraini Hamzah, Deputy Director Media Relations Kementerian Informasi, Komunikasi, dan Seni Singapura, menjawab keheranan saya sambil tertawa. “Tapi mau melihat yang lebih tinggi lagi? Nanti saya tunjukkan tempatnya.”          

              Namanya Flyer Singapore. Bentuknya seperti roda raksasa. Di ujung roda itu terdapat 28 kapsul kabin. Setiap kabin dapat diisi 10 penumpang. Flyer ini menawarkan panorama 360 derajat untuk melihat Singapura dan sekitarnya. Letaknya di 30-Reffles Avenue, Marina Bay, persis di samping Retail Terminal.

            Saya dan beberapa kawan wartawan diajak masuk ke kapsul itu. Dari tempat yang paling bawah, sedikit demi sedikit kapsul itu meninggi. Perputarannya pelan. Pada ketinggian tertentu kadang berhenti. Satu per satu gedung pencakar langit terpampang di depan mata. Juga lintasan balap mobil Formula 1 yang digelar malam hari, September lalu. Sangat nampak bekas ban yang menghitam.

            Semula saya berdiri di sisi kiri, pandangan ke bagian utara Singapura. Terlihat Marina Bay dan aktivitas lalulintas laut. Kapal dan perahu demikian kecil. Saya terbelalak ketika mencari lokasi Esplanade – tempat saya “nyasar”. Sebelumnya mata saya terantuk pada kotak hijau di tepi laut. Saya perhatikan baik-baik, ternyata sebuah lapangan sepak bola yang pembangunannya hampir rampung.

            Saya teringat, Singapura tengah membangun banyak sarana olah raga karena terpilih sebagai tuan rumah penyelenggaraan Olympiade 2010. Mungkin membangun lapangan sepak bola dengan cara reklamasi pantai itu untuk persiapan even akbar tersebut. Saya sangat cemburu melihatnya. 

            Perputaran kapsul itu semakin tinggi. Seakan berada pada titik tertinggi. Saya bergeser ke sebelah kanan – arah laut Singapura. Terlihat pembangunan yang tengah digenjot. Tampak hamparan timbunan pasir yang begitu luas. Mobil truk terlihat lalu-lalang, beberapa kapal pengangkut seakan bersiap-siap untuk merapat. Jangan-jangan itu timbunan pasir yang mereka beli dari negeriku. 

            Saya merapatkan badan di sudut kapsul. Menempelkan jidat di kaca. Saya mengerjap-kerjapkan mata. Entah mengapa, saya tidak tega melihat pemandangan yang terpampang nun jauh di sana. 

            Selama 30 menit kami berputar di kapsul itu. Selama waktu itu kami terkagum-kagum melihat pembangunan yang begitu pesat negeri tetangga kami. “Luar biasa,” ucap saya.

            Nooraini Hamzah menimpali, “Indonesia juga luar biasa. Hanya saja negaranya sangat luas sehingga butuh waktu lama untuk membangun. Singapura sangat kecil untuk diurusi. Makanya pertumbuhannya cepat,” ujarnya. 

            Ketika pulang, di pesawat, beberapa saat setelah pesawat lepas landas, saya melongok di jendela. Saya telah meninggalkan Singapura – beberapa hari saya merasa seperti berada di dunia mimpi. Sekarang saya memasuki zona dunia nyata. Di bawah sana, saya melihat jajaran pulau. Sebagian pulau itu nampak belang-belang. Itu penggundulan hutan. Itu pembalakan liar. Itulah negeri saya tercinta.

85 thoughts on “Sampah Jadi “Pulau Surga””

  83. Ни для кого не секрет, что Китай, являясь крупнейшей страной-производителем, https://tradesparq.su занимает лидирующие позиции в сфере экспорта.

  85. Ни для кого не секрет, что Китай, являясь крупнейшей страной-производителем, https://gk-bars.ru занимает лидирующие позиции в сфере экспорта.

Comments are closed.